Langsung ke konten utama

Lebih Baik Pahit di Awal



            Awal munculnya lagu "Axile" by Taylor Swift ft Bon Iver, aku merasakan emosi yang disampaikan oleh lagu ini. Cara Taylor dan  Bon Iver mendeskripsikan masing-masing POV bisa aku bayangkan dengan jelas. Entah itu pernah terjadi atau tidak tapi aku bisa memvisualisasikan dengan baik dipikiranku. Bon Iver menggambarkan ekspresi/peran seseorang yang kebingungan betapa cepat sang mantan move on dan tidak merasakan apa yang ia rasakan. Dia terluka, namun tidak punya hak untuk marah. Disamping itu, Taylor menggambarkan perasaan dari sudut pandang sang mantan. Dia memandang dan melihat bahwa laki-laki yang pernah ia cintai penuh dengan benci dan menyalahkannya. Mereka berdebat  sampai berlarut-larut. Karena ketidakmampuan mereka untuk saling memahami dari pandangan yang  berbeda. Sebenarnya banyak makna yang bisa diambil dari lagu ini. POV yang  berbeda di hubungan mereka terasa jelas. Mereka berpisah karena perbedaan pendapat dan enggan melakukan kompromi. "We always walked a very line, you didn't ever hear me out, You never gave me warning sign (I give so many sign)..."

            Terkadang kita merasa bahwa apa yang kita lakukan sudah cukup membuat partner untuk mengerti dan memahami. Kita merasa bahwa kita sudah cukup memberikan tanda. Tanda yang jelas. Namun dibalik itu, ternyata partner kita tidak merasakan/menerima tanda itu. Sehingga ekspektasi dan harapan bahkan keinginan kita menjadi lemah. Hal ini membuat keduanya merasa sudah berusaha dan tidak ada titik temunya. Padahal tanpa mengurangi rasa rendah diri dan hormat, akan lebih baik untuk saling terbuka dan saling mengkonfirmasi satu sama lain. Namun benar, ini sangat sulit bagi pasangan yang memiliki sifat perasaan dan logika yang sangat kuat. Intinya adalah keterbukaan. Komunikasi yang clear tanpa memandang bahwa akan gengsi jika terbuka ke partner sampai merasa sudah "effort" banget untuk suatu hubungan. Itu adalah hak dan kewajiban bagi suatu pasangan. Hingga titik dimana keterbukaan atau kejujuran menjadi hal yang mudah dilakukan. Baik itu kondisi yang membawa kebaikan, kesedihan, kekecewaan, kemarahan dll. Ketika berani untuk menerima kejujuran artinya menerima kondisi yang sebenarnya. 

            Aku jadi ingat dimana aku berada pada situasi itu. Aku menikmati kejujuran, komunikasi yang cukup terbuka, tanpa merasa rendah diri atau gengsi mengucapkan maaf, terimakasih, pujian, pendapat atau hal semacamnya. Situasi ini membuat aku lupa bahwa ada hal yang perlu aku improve. Bahwa menerima kenyataan diawal. Ketika rasa senang dan semangat dilanda dengan kejujuran yang menyakitkan dan tidak ada titik temunya. Membuat seolah-olah rasa kecewapun tidak cukup untuk diutarakan. 

               Aku paham bahwa segala sesuatu ada masanya. Tinggal bagaimana perasaan dan pikiran kita siap untuk menerimanya. Dan saat itu, aku belum siap. Aku merasa bahwa terlalu dini untuk menggali lebih dalam akan fakta yang "mungkin" suatu saat akan terungkap. Aku jadi ingat bagaimana Taylor Swift menuliskan lagunya "lagi" yang berjudul "All too well". 

And maybe we got lost in translation

Maybe I asked for too much

But maybe this thing was a masterpiece 'til you tore it all up

Running scared, I was there

I remember it all too well.

            Saat ini, memang masih fokus untuk menikmati masa-masa yang beragam. Bersosialisasi dengan teman kantor, diluar kantor, kenalan di sosmed dsb. Mengenal berbagai pengalaman unik dari orang-orang membuat aku merasa penuh dan semangat. Namun, ketika dipatahkan dengan fakta bahwa "salah satu" moment yang sedang dinikmati membuat aku lost. Dan pasti kecewa. Bukan dengan orangnya. Namun dengan caranya. Cara bagaimana dia berpikir, berbicara, menyampaikan dan memulai pembicaraan itu membuat aku kesal. Ingin ku bantah semua statement-nya namun aku tidak bisa dan tidak mau "ikut" berpikiran hal yang sama. Seketika segala hal yang telah dilalui sekejab hilang begitu saja. Seberapa percaya dirinya kamu hingga memikirkan hal yang begitu jauh? Apakah kamu yakin dengan fakta itulah aku menolakmu? Banyak pertanyaan dan asumsi didalam pikiranku. Namun, aku hanya mengizinkan diriku untuk melakukan dua hal ajaib yaitu mendengarkan dan menerima. Aku mendengarkan dan menerima semua statement dan isi pembicaraan yang membuat aku cukup kaget. 

            Hari demi hari telah berlalu. Aku menyadari satu hal bahwa memang benar untuk mengetahui suatu fakta diawal. Aku "sempat" melupakan salah satu prinsip penting itu ketika ingin memulai suatu hubungan. Lebih baik pahit di awal. Pahit menerima kenyataan demi kebaikan. Kebebasan dalam memberikan pendapat, bercerita, dan keterbukaan dalam berkomunikasi adalah hal penting dalam menjalin hubungan. Namun, tidak kalah penting lagi untuk menerima semua kondisi yang ada. Ketika menerima kondisi, maka akan ada keputusan apakah akan lanjut atau tidak. Dan saat ini aku berada pada kondisi mutlak untuk tidak melanjutkannya. Memang di awal aku merasa bahwa tidak adil untuk membahas "hal" yang cukup serius di proses pengenalan. Aku ingin kita mencoba dan cari jalan keluarnya. Memberikan waktu untuk berpikir ternyata tidak mengubah apapun. Namun, waktu demi waktu aku merasa bersyukur untuk mengetahuinya lebih awal. Aku jadi ingat setiap apa yang aku doakan kepada Tuhan selalu diberikan petunjuk yang jelas. Aku tidak perlu menerka-nerka apakah yang dimaksud oleh Tuhan ini? Ketika sudah mulai menyukai seseorang dan tertarik dengannya, aku berdoa dan berserah kepada Tuhan. Tanpa menunggu lama, aku langsung mendapatkan jawaban yang beragam namun jelas untuk endingnya. Tidak ada sama sekali rasa marah kepada Tuhan, karena telah dibukakan fakta. Namun bersyukur.  Karna aku percaya bahwa Tuhan memberikan petunjuk untuk menyelamatkan dan melindungi aku, hati kecilku, dan pikiranku yang "bisa" membawa aku larut dalam hal duniawi. Sekarang aku sama sekali tidak merasakan hal yang mengecewakan lagi. Aku tidak berharap apapun padanya dari kejadian ini. Aku merasa bersyukur saja dan tidak ingin meninggalkan beban. 


~ Terkadang Tuhan mempertemukan kita dengan seseorang bukan untuk menjadi teman hidup, namun untuk pelajaran hidup.




            


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Let's start over. Awal mula aku pakai konsep " To Do List"

Aku ngga tau ini bakalan works atau ngga. Hanya saja aku pengen menulis blog lagi. 14 Maret. It's my birthday. Aku sangat bersyukur bisa diberikan kesempatan untuk hidup di dunia ini. Merasakan bagaimana menghirup udara, berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang-orang, melihat pemandangan yang begitu indah dan merasakan berbagai emosi yang ada dipikiranku. 14 Maret 2023. It's my 23th years old. Aku ternyata sudah sampai ke tahap ini. Usia menuju yang biasa disebut orang-orang  the quarter of life . Sebenarnya aku kurang paham sih tentang konsep itu. Tapi hal itu sepertinya cukup menakutkan, menyenangkan dan menantang. Selama ini, aku biasanya melakukan aktivitas secara sistematis. Melakukan sesuatu dengan terstruktur. Mengikuti pola dan catatan kecil yang aku sudah persiapkan di malam hari dan kemudian aku aplikasikan di esok harinya. Itu bermula ketika aku SMP kelas 8 atau 9 aku lupa. Hehehe. Salah satu guru sejarah  memberikan tugas kepada kami untuk melakukan "M...

Don't Judge By Its Cover. Wait. I Mean Don't Judge Anyone

Hari itu  adalah hari yang cerah. Tampak sinar matahari menyinari halaman tempat aku tinggal. Ya saat ini aku tinggal di Gresik, Jawa Timur. Pagi ini aku berniat untuk jalan-jalan pagi sembari ingin merasakan panasnya matahari. Yah memang disini suhunya  panas. Tapi aku mau rasain panasnya matahari, sengatannya yang sampai tembus ke badan hingga tulang-tulangku.  Setelah berjalan menelusuri gang dan melewati beberapa rumah, aku melihat banyak anak-anak yang dipersiapkan oleh orangtuanya untuk pergi kesekolah. Ada yang mengingatkan bekal makanan -minuman, persiapan buku dan perlengkapan sekolah, dan ada yang memasangkan dasi anaknya. Aku jadi ingat ketika aku  bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, Mamaku selalu mengingatkan untuk membawa air minum. Dengan logat bataknya yang kuat dan nyaring: " Udah kau bawa minummu? dimana kau buat minummu? Masukkan langsung ke tas mu nanti lupa kau?".// jawabku dengan nada yang sedikit  melow :) "Udah maa.. Udah ku masukkan ke t...